EKTOPARASIT: LALAT TABANUS SP.
TUGAS PAPER
MATA
KULIAH PARASITOLOGI VETERINER
“EKTOPARASIT: LALAT TABANUS SP.”
Disusun Oleh:
Nama : Maya Gusfika TamaKelas : 02NIM : 2202101010109Dosen Pengampu: drh. Lian Varis Riandi, M.Si
FAKULTAS
KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
BANDA
ACEH
Lalat adalah
jenis serangga dari anggota ordo Diptera. Dalam bahasa Yunani, diptera berasal
dari kata "di" yang berarti dua dan "ptera" yang berarti
sayap. Perbedaan utama antara lalat dan anggota ordo serangga lainnya, yaitu
lalat memiliki sepasang sayap terbang dan sepasang halter. Halter ini berasal
dari sayap belakang pada metatoraks. Terdapat beberapa spesies lalat yang tidak
dapat terbang. Strepsiptera adalah satu-satunya anggota ordo serangga lain yang
memiliki dua sayap yang benar-benar berfungsi untuk terbang dan memiliki
halter. Perbedaannya adalah halter Strepsiptera berada di mesotoraks, sedangkan
sayap pada lalat terletak di bagian metatoraks (Satoto et al., 2023).
Umumnya tubuh lalat berukuran kecil, sedang, sampai tergolong besar. Tubuh lalat terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Lalat memiliki dua tipe alat mulut (probosis), yaitu tipe alat mulut penghisap dan tipe alat mulut penusuk. Tipe probosis penghisap memiliki struktur seperti spons dengan bentuk probosis tumpul dan bagian ujung (labela) melebar. Probosis ini berfungsi menyerap makanan. Tipe probosis penusuk memiliki bentuk panjang dan mencuat ke depan kepala. Probosis tipe ini berfungsi menusuk kulit dan mengisap darah.
Lalat merupakan vektor mekanis dari berbagai macam
penyakit, terutama penyakit-penyakit pada saluran pencernaan makanan. Penularan
penyakit dapat terjadi melalui semua bagian dari tubuh lalat seperti bulu
badan, bulu pada anggota gerak, muntahan serta fesesnya. Penyakit yang
ditularkan oleh lalat tergantung pada sepesiesnya (Magdalena, 2019). Faktor
yang ikut menunjang besarnya keragaman jenis lalat yaitu daya dukung yang
sesuai untuk kelangsungan hidup berbagai jenis lalat seperti warna, suhu, kelembapan,
makanan dan tempat berkembang biak (Turangan et al., 2024).
B. Definisi
Spesies lalat Tabanus sp. berasal dari kingdom
Animalia, filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Diptera, famili Tabanidae, dan
genus Tabanus. Lalat Tabanus sp. dapat disebut juga dengan
lalat kuda (horse fly). Lalat ini
merupakan bagian lalat yang penting dalam dunia medik dan veteriner karena
lalat ini termasuk dalam lalat pengisap darah. Tabanus sp. merupakan penerbang yang tangguh dan penggigit
persisten yang aktif pada siang hari. Lalat
ini selain sebagai penghisap darah yang ganas, juga dapat menularkan beberapa
penyakit yang berbahaya.
Penyakit yang dapat ditularkan melalui lalat Tabanus sp., yaitu trypanosomiasis,
tularemia, dan antraks. Tabanus
dikenal sebagai lalat yang berukuran besar dengan panjang 5-25 mm. Lalat ini
mengalami metamorfosis sempurna dari telur, larva, pupa sampai dewasa. Siklus
hidup lalat ini berlansung dalam waktu beberapa bulan sampai tahun tergantung
spesies dan suhu sekitar. Tempat perindukan yang disukai lalat ini adalah pada
tempat yang bersifat akuatik atau semi akuatik, seperti persawahan, rawa-rawa,
lumpur atau kolam air tawar dan payau (Turangan et al., 2024).
C. Morfologi
Tabanus sp. memiliki
ciri-ciri yaitu bentuk tubuh yang besar dan kokoh berukuran 12-18,5 mm yang
terdiri dari kepala, toraks, sayap, kaki dan abdomen. Memiliki mata yang
dominan berwarna kemerahan atau hijau metalik, kekuningan. Segmen thoraks
berambut panjang atau halus. Memiliki antena yang berbentuk lengkung seperti
pedang yang dapat dibedakan dengan jenis lain selain tubuhnya yang besar.
Bagian mulut terdiri atas probosis (Djama et
al., 2023).
Ciri morfologi lalat Tabanus sp. yaitu tubuhnya besar dan kokoh berukuran 6-25 mm dengan kepala yang berbentuk setengah lingkaran, dan memiliki mata yang dominan. Bentuk antena pendek dan memiliki tiga ruas dengan berbagai modifikasi pada ruas terakhirnya. Bagian mulut terdiri atas probosis yang pendek dengan maksila yang bekerja sebagai pisau untuk merobek, serta labrum-epifaring dan hipofaring sebagai penusuk dan pengisap (Turangan et al., 2024).
Tabanus memiliki warna yang bervariasi diantaranya coklat, kuning, kemerahan, hitam, dan hijau dengan garis abdomen yang terang. Mulut lalat Tabanus penggigit dan penghisap darah berbentuk seperti gunting. Ciri spesifik dari lalat ini adalah kaki belakang tanpa spur, oceli tidak pernah ada atau mengalami rudimenter dalam bentuk titik di verteks, dahinya mengalami callosity (berkulit tebal) kadang-kadang di pisahkan menjadi 2 bagian yang berbeda, dahi sempit, garis abdomen berwarna putih atau kekuningan, sayap bening tanpa bayangan apikal, ruang posterior pertama pada sayap terbuka, abdomen dengan sebuah garis median dan garis lateral (Rachmarenca et al., 2023).
D. Siklus Hidup
| (Sumber: https://www.rentokil.com/id/layanan-kami/pengendalian-hama/lalat/siklus-hidup-lalat) |
Aktivitas terbang lalat Tabanus untuk mencari makan dengan hinggap pada hospes sangat bervariasi tergantung pada ritme, cuaca dan lokasi vegetasi. Pengaruh perbedaan ini sangat bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Umumnya setelah lalat betina menghisap darah dari ternak, kemudian bertelur pada sisa organik daun-daunan dan kemudian menetas menjadi larva lalu menjadi pupa dan akhirnya menjadi dewasa dalam waktu 1 hingga 3 minggu (Rachmarenca et al., 2023). Siklus hidup lalat ini berlansung dalam waktu beberapa bulan sampai tahun tergantung spesies dan suhu sekitar (Antoh et al., 2021).
E. Jenis-Jenis atau Spesies
Sampai dengan tahun 1930 dilaporkan di Indonesia terdapat 28 jenis Tabanus yang dapat menularkan surra (Oematan et al., 2019). Beberapa contoh jenis atau spesies dari Tabanus sp. yaitu Tabanus bovinus, Tabanus rubidus, Tabanus lineola, Tabanus nigrovittatus, Tabanus sulcifrons, Tabanus subsimilis, Tabanus quinquevittatus, Tabanus tergestinus, Tabanus bromius, Tabanus americanus, Tabanus autumnalis, dan Tabanus maculicornis.
F. Habitat
Spesies lalat Tabanus sp. paling banyak ditemukan pada daerah sekitar padang
penggembalaan atau daerah berlumpur, dimana aktivitasnya meningkat pada musim
kemarau dibandingkan pada musim hujan. Frekuensi optimal serangan lalat ini
pada suhu 22- 32 °C dan puncak serangan terjadi pada siang hari dengan puncak
dimulai saat matahari terbit dan berlangsung selama 3 jam dan puncak
selanjutnya adalah pada 2 jam sebelum matahari terbenam (Djama et al., 2023).
Tabanus sp. sedikit ditemukan pada kuda yang dikandangkan sedangkan pada kuda diikat di kebun atau diumbar di padang umbaran lalat ini banyak ditemukan. Lalat ini jarang berada pada kuda dikandangkan karena lokasi dari peternakan kuda yang jauh dari tempat perindukan dari lalat ini, Sedangkan pada kuda yang diikat diumbaran terdapat lalat Tabanus sp. karena pada lokasi peternakan ini berada dekat perindukan, seperti rerumputan, dan persawahan. Hal ini dikarenakan kuda yang dikandangkan telah memiliki pemeliharaan yang baik, tubuhnya selalu dibersihkan dan diberikan nutrisi yang baik sehingga memiliki daya tahan tubuh yang baik terhadap serangan berbagai ektoparasit. Hanya saja kehadiran lalat di lokasi ternak yang dikandangkan tetap ada, karena lalat juga suka pada habitat yang lembab dan kotor seperti tempat pakan, selokan kandang dan bahkan pada kotoran ternak.
Salah satu
penyakit yang sering dibawa oleh lalat Tabanus
sp. adalah Trypanosomiasis yang disebabkan infeksi parasit Trypanosoma evansi. Kuda dapat terinfeksi Trypanosoma evansi jika vektor lalat pembawa Trypanosoma evansi
hinggap dan mengginggit tubuh kuda. Trypanosoma
evansi menyebabkan reaksi inflamasi pada jaringan darah dengan diikuti
multifikasi parasit. Trypanosoma evansi
bertambah dalam darah secara berkala dan hal ini disertai demam pada hewan.
Kerusakan endotel pembuluh darah menyebabkan oedema dan perdarahan. Trypanosoma evansi mengeluarkan toksin
yang dikenal dengan nama Trypanotoksin. Trypanotoksin dari Trypanosoma evansi menyebabkan sel-sel darah mengalami kerusakan
dan keadaan ini di sebut dengan anemia (Mursalim et al., 2017).
Kerugian yang ditimbulkan oleh lalat pada ternak yaitu dapat menurunkan kesehatan ternak, karena selain lalat menghisap darah pada ternak yang dapat menyebabkan ternak kehilangan darah, infeksi dan ketidaknyamanan sehingga ternak dapat mengalami stres sehingga nafsu makan berkurang yang mengakibatkan penurunan bobot badan dan menurunkan performa dan produktivitas ternak. Selain itu lalat dapat berperan sebagai vektor penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit apabila populasi lalat meningkat dan pengendalian pada ternak tidak diperhatikan (Turangan et al., 2024).
H. Epidemiologi
Pencegahan dan pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan membuat kandang yang baik untuk pemeliharaan ternak yang mencakup struktur bangunan (memiliki lokasi yang berada jauh dari lingkungan masyarakat, konstruksi kandang yang kuat, gudang penyimpanan pakan dan peralatan), memiliki peralatan (tempat makan dan minum yang permanen yang terbuat dari semen agar tahan lama), letak kandang harus dekat dengan sumber air, memiliki saluran khusus untuk pembuangan kotoran dan limbah, sehingga kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan.
Melakukan pembersihan kandang ternak secara teratur juga bisa dilakukan untuk menghindari munculnya vektor-vektor penyakit yang tidak diinginkan seperti lalat Tabanus sp. (Antoh et al., 2021). Selain dari pemeliharaan kandang ternak yang baik, pemeliharaan pada tubuh ternak juga harus dilakukan, tubuh ternak harus selalu dibersihkan dan diberikan nutrisi yang baik sehingga memiliki daya tahan tubuh yang kuat terhadap serangan berbagai ektoparasit (Turangan et al., 2024).
J. Contoh Video tentang Lalat Tabanus Sp.
DAFTAR PUSTAKA
Antoh, L., Winarso, A. dan Almet, J. (2021). Ragam jenis dan kelimpahan lalat pada peternakan sapi di
kupang. Jurnal Veteriner Nusantara, 4(1): 1-13.
Djama, R. E. T., Almet, J., Winarso, A. dan Djungu, D. (2023). Keragaman jenis lalat penghisap darah
pada kuda sumba (Equus caballus) di Kabupaten Sumba Timur. Jurnal Veteriner
Nusantara,
6(27): 1-8.
Magdalena, A. (2019). Mekanisme Penularan Penyakit Oleh Lalat.
Sehati Intermedia, Jakarta Selatan.
Mursalim, M. F., Ris, A. dan Ardiyanti, H. (2017). Deteksi Trypanosoma evansi pada kuda di tempat
pemotongan hewan Kecamatan Kelara Kabupaten Jeneponto. Jurnal Agrisistem, 13(2): 88-
96.
Oematan, A. B., Sakan, G. Y. I., Moenek, D. Y. J. A., Koten, B. B. dan Lenda, V. (2019). Studi
keragaman jenis dan pola aktivitas harian lalat di peternakan sapi semi ekstensif di Kelurahan
Tuatuka Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang. Jurnal Kajian Veteriner, 7(2): 101-
106.
Rachmarenca, R., Fahrimal, Y. dan Daud, R. (2023). Keragaman lalat penghisap darah sebagai vektor
potensial Trypanosoma evansi di daerah pegunungan dan pesisir di Kabupaten Aceh Besar.
Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Veteriner, 7(1):
65-74.
Satoto, T. B. T., Ristiyanto. dan Garjito, T. A. (2023). Lalat (Diptera) Peran dan Pengendalian Lalat di
Bidang Kesehatan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Siswoyo., Hanafiah, M. dan Athaillah, F. (2017). Keragaman lalat penghisap darah pada peternakan
sapi yang dipelihara secara semi intensif di Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner,
1(4): 749-759.
Turangan, S. H., Ngangi, L. R., Sane, S. dan Nangoy, F. J. (2024). Karakterisasi lalat pada kuda di
Kecamatan Tompaso Barat Kabupaten Minahasa. Zootec, 44(1): 191-201.
Komentar
Posting Komentar